Selamat datang di DDI : Serial Petualangan Wako #2 : Kembalikan mangrove ku !
karena dongeng ini merupakan serial, jadi disarankan kalian membaca terlebih dahulu yaa serial sebelumnya. Berikut link untuk Serial Petualangan Wako
#1 Serial Petualangan Wako : Laut Sampah Ibukota
#2 Serial Petualangan Wako : Kembalikan Mangrove Ku!
Enjoy ~ !!
-------------------------------------------------------
Disuatu pagi yang cerah, Wako
berlayar menggunakan perahunya menuju Pulau Angin. Kali ini, ia berlayar
bersama dengan temannya, yaitu Geo. Kala itu, arusnya cukup tenang, matahari
bersinar cukup terik, terdengar suara burung laut dari kejauhan. Perjalanan
yang ditempuh menuju Pulau Angin sekitar 4 jam dari pulau kelahiran Wako.
Mereka ke Pulau Angin untuk bekerja, karena di Pulau Angin kebanyakan
masyarakatnya adalah nelayan. Selama di perjalanan, Wako menceritakan
pengalaman-pengalaman sebelumnya kepada Geo. Geo mendengarkannya dengan penuh
antusias. Dan tidak terasa, setelah melalui pembicaraan yang panjang itu,
mereka berdua sampai di Pulau Angin.
Pulau angin tampak seperti pulau yang
cukup ramai oleh penduduk. Dari situ terlihat kapal-kapal nelayan berjajaran di
dermaga. Wako dan Geo mencari dermaga yang kosong untuk menepi. Geo mengikat
tali menuju suatu penghalang disitu, sedangkan Wako mengendalikan perahunya
agar dapat parkir dengan sempurna. Yap, tampaknya
perahu mereka sudah menepi dengan baik.
Mereka berjalan menyusuri dermaga
yang cukup ramai disitu. Selanjutnya, tempat yang mereka tuju adalah rumah pak
kasim. Pak kasim merupakan salah satu nelayan Pulau Angin yang sudah cukup
berpengalaman. Mereka berdua kenal pak kasim karena dikenalkan oleh ayah Wako.
Selama di perjalanan, ia melihat aktivitas masyarakat yang sibuk sekali dengan
urusan mereka. Ada nelayan yang sedang menyiapkan jaring untuk menangkap ikan,
anak kecil yang sedang bermain air di laut, ibu-ibu yang sedang menjajakan
ikan-ikan untuk di jual, dan masih banyak lagi.
Sampailah mereka di rumah pak kasim. Pak
kasim menyambut mereka dengan ramah. Disana mereka langsung dipersilahkan duduk
oleh pak kasim.
Pak kasim : “Besok kita mulai tangkap ikan yaa nak, skrg kalian bisa
keliling-keliling dulu atau mau istirahat juga boleeh”
Wako :
“Wah cepet juga ya pak, kira-kira kita berangkat jam berapa ya pak ?”
Pak kasim : “ya sekitar pagi-pagi sebelum fajar”
Geo :
“wahah pagi baget ya, bangunin aku ya wako”
Wako :
“Hadeuuu”
Pak kasim : “haha, tidak apa nak, nanti bapak bangunin haha”
Wako :
“seperti saya ingin
berkeliling sebentar pak”
Geo : “saya mau tidur ajadeh pak,
ngantuk hehe”
Pak kasim : “hoho, tidak apa..Wako bisa berkeliling disekitar dermaga, buat refreshing lah ya.. lalu
untuk nak Geo silahkan.. ada dua kamar
kosong kamu
bisa pilih. Anggap aja rumah sendiri”
Wako dan Geo : “Baik, terimakasih pak kasim”
Geo
menuju kamarnya, sedangkan Wako keluar sebentar untuk melihat-lihat disekitar dermaga
Pulau Angin. Ketika ia sedang berjalan-jalan disekitar dermaga ia melihat
nelayan yang baru saja menepi. Tampak mereka sedang mengangkut sirip-sirip hiu
yang masih segar dan jumlahnya cukup banyak. Wako memang suka makan ikan,
tetapi ia baru tau kalo sirip hiu juga dapat dikonsumsi karena yang ia tau hiu
itu termasuk hewan yang berbahaya. Lalu Wako bertanya dengan nelayan disitu
Wako : “Pak, sirip hiu emang dimakan
ya ?”
Nelayan : “Oh, kamu baru tau ya ? sirip hiu
tuh sekarang lagi banyak diburu nak, biasanya kita jual
ke restoran
restoran cina gitu soalnya mereka suka masak sup sirip hiu”
Wako : “oalah, gitu ya pak. Kalo
daging lainnya dimakan juga gak pak ?”
Nelayan : “hmm.. kalo kita mah cuman ambil
sirip nya aja nak, tubuh lainnya dibuang”
Wako : “mksd bapak ?”
Nelayan : “Ituloh, jadi kita tangkep ikan
hiunya, terus kita potong siripnya.. nah hiunya kita balikin
lagi ke laut”
Wako : “Tapi kan siripnya udah diambil
pak, emang hiu nya bisa berenang lagi ?”
Nelayan : “aduh itu mah bukan urusan saya nak
haha, saya permisi dlu ya”
Wako
masih memikirkan apa yang dibicarakan nelayan tersebut. karena tampaknya
matahari sudah mulai tenggelam, Wako kembali ke rumah pak Kasim untuk
beristirahat.
....
Keesokan
harinya, sekitar jam 3 pagi. Wako, Geo dan pak kasim bersiap untuk pergi
kelaut. Perlengkapan di cek kembali agar tidak ada yang tertinggal. Mereka
bersama-sama berjalan menuju dermaga. Suasana desa tampak sepi, deruan ombak
memecah sunyi, lampu senter membantu mereka menerobos kegelapan kala itu, angin
malam yang cukup kencang sehingga mereka menggunakan jaket agar tidak
kedinginan. Sampailah mereka di dermaga. Bersama-sama mereka memindahkan
perlengkapan yang dibutuhkan untuk menangkap ikan. Disana, mereka juga bertemu
dengan anak buah kapal pak Kasim lainnya. Setelah dirasa persiapan telah siap,
mereka mulai berlayar. Pak Kasim memiliki kapal yang cukup besar dan kokoh.
Kapal itu sudah menggunakan mesin sehingga tidak perlu memanfaatkan angin lagi
untuk berlayar. Wako memandangi laut yang gelap pada pagi itu.
Perjalanan
menuju tempat penangkapan ikan membutuhkan waktu sekitar 3 jam dari Pulau
Angin. Selama perjalanan itu, mereka melihat berbagai hal, seperti terbitnya
matahari dari timur, lumba-lumba yang melompat, dan tidak jarang mereka bertemu
dengan nelayan lainnya yang sedang berlayar juga. Tibalah mereka di tempat
pengambilan ikan. Wako dan Geo membantu pak Kasim untuk menyiapkan alat
penangkapan ikannya. Dilemparlah jaring itu kelaut. Jaring itu terhubung dengan
kapal sehingga ketika kapal bergerak, jaring itu akan menyapu ikan-ikan yang
ada dibawahnya. Jaring yang tadinya disebar itu mulai terlihat di permukaan
air, lama kelamaan terangkat. Nampak ikan-ikan segar terperangkap dalam jaring.
Pak Kasim : “Lihat nak ! inilah enaknya jadi nelayan”
Jaring
itu kemudian didaratkan di geledak kapal. Wako, Geo, Pak Kasim beserta anak
buah kapal lainnya melihat ikan-ikan hasil tangkapan kami tadi.
ABK : “Pak ada ikan hiu nih
ketangkep”
Pak Kasim : “Wah kasian sekali, dilepas saja itu
hiunya”
Wako :
“Kenapa dilepas pak ? saya lihat nelayan lain nangkep ikan hiu”
Pak Kasim : “Kapan kamu lihat ko ? sebenarnya,
ikan hiu disini itu sudah mulai jarang ditemuin gara
gara sering ditangkepin nelayan. Hiu itu sangat meskipun
termasuk hewan berbahaya, tapi dia juga hewan penting dilaut karena dia yang
menjaga hewan-hewan lain juga”
Wako : “wah begitu ya pak”
Pak Kasim : “kamu tau nak? Ada beberapa nelayan
yang jahat loh. Mereka nangkep hiu terus dipotong
tuh
sirip-siripnya. Terus hiunya dibuang lagi ke laut”
Wako : “Wah kok bisa kayak gitu pak ?”
Pak Kasim : “nah itulah nak terkadang manusia itu
serakah dan tidak sadar bahwa perbuatan mereka
keji. Alasannya paling biar tidak memenuhi kapal. Tapi ya
menurut saya itu perbuatan yang tidak manusiawi sekali”
Geo : “Sampai sekarang masih ada
yang kayak gitu pak ?”
Pak Kasim : “saya gak tau sih, tapi kayaknya masih
ada”
Wako : “kemarin saya ketemu bapak2
nelayan gitu dia juga bilang kayak gitu ke saya”
Pak Kasim : “selain itu, banyak juga nelayan yang
kebanyakan nangkepnya. padahal gara2 mereka
juga tangkapan kita jadi menurun. Harusnya bisa bawa
pulang ikan lebih banyak mungkin 2x lipat dari ini. kalau kita kan ikan nya di
pilih-pilih ya mana yang kita bawa pulang mana yang harus dilepas lagi. Tapi
ada juga nelayan yang langsung aja gitu bawah balik semau tangkapannya. Sampai
ikan2 langka pun dibawa juga ama mereka, padahal dilindungi undang-undang”
Wako : “wah harus segera bertindak!”
Setelah
memilah ikan-ikan hasil tangkapan, mereka melanjutkan lagi menangkap ikan di
wilayah lain.. tak terasa, sudah jam 3 sore, sudah waktunya bagi mereka untuk
pulang. Diperjalanan itu, mereka berdiskusi untuk mengupayakan agar penangkapan
ikan yang dilakukan nelayan lainnya tidak berlebih. Sesampainya di dermaga, pak
Kasim bersama dengan Wako dan Geo pergi menuju warung makan tempat dimana
nelayan-nelayan berkumpul untuk beristirahat. Disitulah pak Kasim, Wako dan Geo
berbicara dengan nelayan-nelayan lainnya.
Pak Kasim : “Saya rasa beberapa dari bapak-bapak
sekalian sudah mulai kesulitan mencari ikan.
Bahkan kita
harus pergi ke tempat yang cukup jauh agar bisa menangkap ikan”
Wako : “Iya bapak, menurut kami
mungkin ini terjadi karena kita terus menerus menangkap ikan
secara berlebihan, bahkan saya yakin bapak-bapak sekalian
pernah juga menangkap ikan yang menyebabkan terumbu karang dibawahnya rusak,
atau bahkan ada nelayan juga yang menangkap hiu hanya untuk diambil siripnya”
nelayan : “lantas kenapa jika kami seperti
itu? apakah salah ?”
Wako : “bukan seperti itu pak maksud saya,
kita ini memang pastinya bergantung dengan ikan
ikan. Namun kita tidak sadar bahwa ketika kita menangkap
ikan-ikan ini kita justrus merusak rumah mereka, yaitu terumbu karang. Sehingga
kemungkinan telur-telur, ikan-ikan kecil akan mati, rumah mereka pun ikutan
rusak. Selain itu, untuk ikan hiu seperti yang kita tau bahwa ikan hiu itu
ternyata penting banget buat terumbu karang karena hiu itu ikan yang mengatur
rantai makanan dilaut sebagai predator tingkat tinggi”
nelayan : “haduh saya gak paham”
Geo : “maksud wako tuh pak, kita
butuh cara yang benar agar kita bisa nangkep ikan terus tanpa
kekurangan ikan
lagi. Gituu”
Wako : “Yap, simplenya seperti itu
pak”
Nelayan : “ Lalu bagaimana caranya ?”
Wako : “kita harus mengatur tempat
pengambilan ikan, lalu menggunakan alat tangkap yang lebih
ramah
lingkungan, serta mengatur jadwal penangkapan ikan”
Pak Kasim : “jika bapak sekalian setuju, kita bisa
bicarakan ini sekarang sehingga kita tidak merasa
dirugikan”
Nelayan : “okee,, setuju”
Mereka
pun menerapkan sistem penangkapan yang lebih efektif. Keesokan harinya, mereka
mengikuti rencana yang sudah ditentukan. Wako, Geo dan Pak Kasim juga menangkap
ikan seperti biasanya. Namun bedanya adalah, sudah tidak ada lagi pemburuan
ikan hiu, daerah penangkapan ikan juga tidak diwilayah terumbu karang, serta
selektif dalam memilih ikan. Stok ikan di pulau angin tidak mengalami penurunan
seperti sebelumnya, mereka dapat menangkap ikan dan dapat menghidupi kebutuhan
sehari-harinya tanpa harus khawatir dengan penurunan jumlah tangkapan mereka.
~To be continue
Comments
Post a Comment