Skip to main content

Cerita Kehidupan Nelayan di Cilincing

Ini merupakan kisah kehidupan nelayan kerang hijau di pesisir DKI Jakarta, tepatnya di Cilincing, Jakarta Utara. Untuk mengakses wilayah ini, terutama untuk saya yang berasal dari Bogor, bisa menggunakan KRL dari Stasiun Bogor menuju Stasiun Jakarta Kota. Selanjutnya, menggunakan KRL lagi dari Stasiun Jakarta Kota menuju Stasiun Tanjung Priuk. Ketika keluar stasiun, sudah mulai ada terlihat suasana-suasana pelabuhan yang dilewati oleh kendaraan-kendaraan berat, dengan jalan raya yang cukup besar dan aroma asin dari laut jakarta. Dari situ, dapat menggunakan ojek online untuk menuju Cilincing, kira-kira 20 menit dari Stasiun Tanjung Priuk. Selama perjalanan, kalian akan melewati fly over, dari jalanan yang besar hingga ke suatu gang dengan jalan yang kecil dan kita hanya bisa mengaksesnya dengan jalan kaki. Yap, selamat datang di Cilincing.

Plang didepan gang sudah dapat diihat tulisannya “Kampung Kerang Hijau”. Disitu saya bertemu dengan bang Ilyas yang akan menemani saya untuk melihat nelayan-nelayan kerang hijau kala itu. Kami berjalan menuju dermaga utama Cilincing yang merupakan kawasan bagi nelayan-nelayan kerang hijau untuk menata kapal-kapalnya. Selama perjalanan, ini merupakan hal baru bagi saya karena saya berada dipesisir Jakarta. Ya, memang kalau di daerah pesisir pasti bakal nemuin berbagai alat tangkap yang sedang dijemur, ada ikan asin juga, ada juga limbah-limbah cangkang kerang hijau. Well, karena ini pesisir, mungkin virus corona kalah ama nelayan-nelayan disini yang strong. Kiri saya berupa tembok pemecah ombak sehingga gak keliatan tuh teluk jakartanya. Sedangkan dikanan saya jejeran pondok-pondok kecil yang isinya ibu-ibu pengolah kerang hijau. Sampai lah kami di dermaga utama. Disitu, beberapa nelayan terlihat habis dari melaut. Setiap harinya, nelayan kerang hijau berangkat ke laut dari jam 05.30 hingga jam 12.00.  Biasanya, mereka mengambil kerang hijau di lambung kapal besar, tembok pemecah ombak, dan ada beberapa yang memasang sejenis bambu di dasar untuk menjadi tempat menempel bagi kerang hijau. Alat yang digunakan untuk menyelam kedalam air berupa kompresor. Gila gak sih, saya aja nyelam itu pakai tabung yang udah di kompres udaranya dan di filter sehingga bersih dan baik untuk paru-paru. Kalau kompresor? Saya gk bisa bayangin tekanannya itu dan ..ah sudahlah...dan mereka itu didasar dari pagi sampe siang loh, terus2an didalam air aja... waduhhh strong banget gak sih.. Kerang-kerang ijo tersebut diambil lalu dimasukkan kedalam sejenis jaring gitu. 1 jaring itu beratnya bisa kurang lebih 10 kilo an. Biasanya, dikapal ada 2 orang nelayan dan semuanya biasanya turun kelaut, namun ada beberapa juga yang stay di kapal untuk berjaga-jaga. Untuk nelayan yang mengambil kerang hijau di lambung kapal termasuk pekerjaan yang berbahaya, karena kapal tersebut merupakan kapal yang sedang berhenti, bahayanya adalah ketika kapal itu berjalan, nelayan yang sedang mengambil kerang akan tertarik oleh balik-balik kapal tersebut. Beberapa kasus terjadi dan terkadang hanya tersisa baju nelayan yang robek. Nelayan yang mengambil di pemecah ombak lebih strong lagi, karena mereka mengambilnya tanpa menggunakan alat bantu bernafas alias nafas alami. Bayangin aja keruhnya air di teluk jakarta, cukup bau juga, dan ... ya bisa bayangkan lah yaa.. mereka apnea disitu, apalagi di pemecah ombak, kalau tiba-tiba ada ombak tinggi bisa membuat mereka terbawa dan terhempas ke pemecah ombak tersebut yang akhirnya akan menyebabkan luka benturan. Bahaya lainnya adalah ketika musim hujan, karena disekitar teluk jakarta terdapat pabrik-pabrik, kalau musim hujan, arus akan lebih kencang dan membawa limbah-limbah ke wilayah tempat pengambilan kerang. Hal tersebut dapat berdampak tidak hanya bagi kerang namun juga nelayannya. Bisa saja tiba-tiba nelayan meninggal di tempat. Kerang hijau termasuk kedalam hewan yang didapetinnya musiman. Untungnya, saya dateng pas musim, mulai gak musim itu pada bulan desember-maret karena musim hujan. Nelayan kerang hijau rata-rata bisa membawa kurang lebih 3 karung kerang hijau untuk diberikan ke pengepul.



Ditempat itu, saya bertemu pengepul kerang hijau bernama Mak Ni. Mak Ni ini udah lama banget jadi pengepul kerang hijau, udah lebih dari 30 tahun dan sekarang anaknya ngelanjutin. Buat 1 karung kerang hijau itu kalau lagi musim dihargai sekitar 30.000, namun kalau gak musim bisa 50.000 lebih. Kerang-kerang yang sudah diberikan ke pengepul kondisinya masih kotor biasanya, masih ada hewan-hewan kecil yang menempel. Kerang-kerang tersebut kemudian dibersihkan, dipilih mana yang bagus, mana yang gak ada isinya, dan sebagainya. Selanjutnya baru di karungin. Karung-karung tersebut nanti akan dibawa ke pengolah kerang hijau. Biasanya, 1 motor supra X bisa bawa 4 karung dan supir nya solo player broh... keren gak sih ? selain kerang hijau, biasanya suka ada by catch berupa kepiting kecil. Kepiting-kepiting itu juga di jual ke pengepul tapi dipisahin. Biasanya di bungkus di kresek gitu.




Selanjutnya, saya berjalan menuju tempat pengolahan kerang hijau. Disini rata-rata ibu-ibu yang ngolah. Pertama, mereka misahin lagi tuh kerang hijaunya mana yang bagus mana yang kurang bagus. Selanjutnya kerang-kerang ini di cuci, di gosok cangkangnya, sampai bersih. Bisa-bisa lebih dari 2 kali pembersihan. Selanjutnya, kerang hijau di rebus di tungku sampai cangkangnya kebuka. Kerang-kerang tersebut nantinya dijual lagi kepasar. Ada juga penjual kerang hijau keliling yang bakal beli kerang-kerang tersebut, kemudian mereka masak lagi dengan bumbu. Setelah itu, ditaruh di wadah kaca di motor untuk dijual. Mereka bisa jual bahkan sampai Bogor loh. Dari Jakarta – Depok – Bogor. Jauh banget yaa haha tapi jarang banget yang ke Bogor soalnya biasanya basi dan emang kejauhan juga sih. Tapi kalau Depok masih kejangkau.

Ada yang unik, dimana saya bertemu dengan 1 keluarga yang berkecimpung di dunia kerang hijau. Pak De adalah nelayan kerang hijau yang selalu menangkap kerang hijau bersama 4 anak lelakinya. Selanjutnya, kerang-kerang itu ada yang dijual ke pengepul, ada juga yang diolah sendiri oleh istrinya, yaitu Mak Ci. Mak Ci sendiri lah yang mengolah kerang hijau ini. biasanya mulai jam 2 siang, Mak Ci miih-milihin kerang hijaunya, terus di rebus oleh Mak Ci sampai cangkangnya kebuka. Lalu, kerang hijau itu di beri bumbu kuning dan dimasak lagi. Setelah itu, kerang-kerang itu dijajakan di depan rumahnya. 1 kantong plastik kecil kerang hijau dijual seharga 5rb rupiah saja. Dagangannya selalu laku sebelum maghrib. Selain itu, Mak Ci juga jualan kepiting-kepiting kecilnya loh. Dibumbuin kuning juga. Saya sendiri udah ngerasain 2 piring dan enak parah.




Setelah ngobrol panjang dan jadi “penjual” sementara kerang hijaunya Mak Ci, saya di ajak anak-anak nelayan buat ke pantai. Hehe, waktu itu sekitar jam 3 sore, jadi udah adem-adem gitu. Saya berjalan bersama mereka, mereka kayaknya seneng banget saya dateng waktu itu hehe. Kita jalan-jalan di beton perbatasan pantai dan laut, dan sampai ke terowongan yang gak tau itu dari apa, kayaknya sejenis pipa tua gitu. Mereka ngajak main saya disitu. Pengalaman baru juga dan agak ngeri juga soalnya tinggi banget hehe. Dari situ, saya bisa melihat hamparan teluk jakarta dari atas. Melihat anak-anak pesisir yang bermain di tempat sederhana ini dan begitu senangnya. Cerita-cerita, curhat bahkan ada yang sempet berantem ama temennya terus balikan lagi. Well. Saya seneng banget saat itu. meskipun saya sendiri kesana, namun mereka sangat menerima saya. Rasanya pengen banget balik lagi buat main ke Cilincing bareng mereka lagi. Semoga suatu saat mereka dapat hidup bahagia selamanya.




Comments

Popular posts from this blog

#3 Diver corner : Macrobenthos identification methods

Pengambilan data makrobentos Hello gaess, welcome back to ma blogg uhuyyyy Oke udah lama gua gak nge post lagi di blog hehe.. jadi untuk post kali ini gua bakal membahas mengenai metode pengambilan data makrobentos. Hah? Makrobentos apaan tuh? Tenang dulu .. kita bakal bahas satu persatu jadi santuy aja ok? Jadi, untuk tutorial selanjutnya gua berencana untuk membuat tutorial yang mengarah ke scientific diver yaitu metode pengambilan data baik itu ikan, karang dan bentos. Nah, karena gua mengambil spesialisasi makrobentos maka untuk metode pertama yang kita bahas adalah makrobentos. Kalau ikan dan karang mungkin kalian udah pada kenal ya, tapi makrobentos itu apa sih? Kalau kita ngomongin makrobentos, mereka adalah hewan-hewan yang hidup didasar perairan baik itu sesil (menempel), merayap atau menguburkan diri mereka di substrat, karang, patahan karang dan bebatuan. Masih belum kebayang hewan-hewannya seperti apa ? coba kita lihat gambar berikut : I...

Kerang Hijau dan Laut Utara Ibukota

Kerang Hijau dan Laut Utara Ibu Kota oleh Silki Anisa Hidayat Pak Ci sedang membawa hasil tangkapan kerang hijaunya ke kapal Hidup menjadi seorang nelayan di negara kepulauan terbesar di dunia bukan menjadi suatu hal yang asing lagi. Mayoritas masyarakat Indonesia yang tinggal di pesisir bekerja sebagai nelayan untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. Indonesia sendiri dikenal memiliki sumberdaya hayati laut yang melimpah. Berbagai macam cara dimanfaatkan masyarakat baik dari perikanan tangkap hingga perikanan budidaya. Pemanfaatan sumberdaya hayati laut oleh masyarakat pesisir tidak hanya dilakukan oleh masyarakat yang tinggal di pelosok. Ditengah hiruk pikuk ibukota, masyarakat yang tinggal di pesisir utara DKI Jakarta pun hingga saat ini masih bertahan hidup bergantung dengan sumberdaya laut Jakarta. Kecamatan Cilincing menjadi salah satu tempat tinggal bagi masyarakat pesisir utara Jakarta. Mayoritas masyarakat di Cilincing bekerja sebagai nelayan perikanan tangkap dengan komoditas ut...

About Silki

Hi, Let me introduce myself, my name is Silki Anisa Hidayat. I am 21 years old. I was born in Bogor on 29th November 1998. I live in Depok. Currently, I’m studying as a sixth-semest er student in Marine Science and Technology, Faculty of Fisheries and Marine Science, IPB University. In addition to my study, I also learn to dive. More precisely, I learn to be a scientific diver. So I don't only dive to enjoy sea views but also to identify marine creatures like coral, fish, and macrobenthos. The information that I collect is used for scientific reports.  My hobby is photography, so I joined in two student organizations (Fisheries Diving Club (FDC-IPB) and Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Kelautan (HIMITEKA-IPB) to helping out with their communication and documentation work. I also could do underwater photography if needed. I want to be a marine conservationist someday and join marine or nature organizations like WCS (Wildlife Conservation Society), ...